Selasa, 10 Desember 2013

YURI PRATAMA WIDIYANA - Mengubah Bulu Babi Jadi Emas

Bulu babi (sea urchin) selama ini dianggap sebagai hewan pengganggu di laut. Durinya yang beracun membuat bulu babi disingkirkan jauh-jauh. Namun, Yuri Pratama Widiyana menemukan nilai emas pada bulu babi da membudidayakannya bersama para nelayan, agar mereja memiliki hidup yang lebih baik.

Pria kelahiran Jakarta, 15 Juli 1984 ini sedang melakukan riset eco-tourism ke Pulau Menjangan, Gilimanuk, Bali, saat ia melihat nelayan di sana membersihkan karang-karang dari bulu babi, kemudian dikubur atau dibakar. Tujuannya, agar tidak terinjak oleh wisatawan.

Sepulangnya dari Pulau Menjangan, secara tidak sengaja ia menonton sebuah acara TV yang menayangkan liputan anak-anak nelayan Karimunjawa yang suka makan telur bulu babi mentah-mentah! Cangkang hewan berbentuk bulat, berwarna hitam, dan memiliki duri-duri seperti landak ini dipecahkan, kemudian isi di dalamnya mereka makan! Jika bisa dimakan, berarti bulu babi bisa dijual, demikian ide bisnis ini bermula.

Ia kemudian melakukan pencarian lebih lanjut tentang manfaat bulu babi. Ia menemukan bahwa seluruh bagian tubuh bulu babi memiliki nilai ekonomi. Telurnya dapat dikonsumsi, cangkangnya bisa dijadikan bahan baku kerajinan tangan atau tepung pakan ternak. Ususnya bisa disulap jadi pupuk organik, dan proteinnya sangat tinggi sehingga cocok untuk menjadi suplemen kesehatan.

Penemuan yang paling penting adalah di negara-negara seperti Jepang, Irlandia, Finlandia, Australia, dan lainnya, bulu babi dikonsumsi dan harganya yang mahal! Jepang sendiri mengimpor 80.000 ton bulu babi per tahunnya, berasal dari Amerika Serikat (48,5%), Korea Selatan (20,6%), Kanada (7,6%), Chile (7,4%), China (6,6%), Korea Utara (3,9%) serta Rusia (3,6%), dengan total nilai pasar bulu babi secara global sebesar US$ 200 juta. Sayangnya, Indonesia yang lautnya sangat luas ini tidak mengekspor bulu babi.

Berbekal penelitian lama tentang cara budidaya dan pengolahan bulu babi yang ia temukan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ia memulai pembudidayaan bulu babi di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Yuri memilih memulai dari Kepulauan Seribu karena ia melihat para nelayan mengalami berbagai permasalahan baik sosial atau lingkungan, seperti sistem perdagangan yang tidak sehat, biaya melaut yang tinggi plus resiko tinggi saat melaut, serta kerusakan lingkungan.

Salah satunya adalah sistem tangkap ikan yang disebut "Murami". Para nelayan menangkap ikan di terumbu karang dengan cara menyelam tanpa peralatan keamanan yang standar. Akibatnya, tingkat kematian cukup tinggi terjadi di kalangan nelayan, plus kerusakan lingkungan akibat terumbu karang  yang terinjak-injak.

Dengan membudidayakan bulu babi di daerah pesisir pantai, para nelayan tidak perlu melaut dengan cara yang beresiko seperti itu. Tidak mudah pada awalnya, karena membudidayakan bulu babi tidak memberikan hasil instan, sedangkan para nelayan sudah terbiasa ,mendapatkan hasil instan dari pergi malam pulang pagi membawa ikan. Pendekatan terus dilakukan, awal-awal ia mendapatkan lima orang nelayan saja yang mau bekerja sama di bawah Urchindonesia.

Panen pertama adalah 50 kg telur, Yuri menawarkan telur ini ke restoran-restoran Jepang, namun ditolak karena mereka biasa mengimpor dari luar negeri. Kesulitan keuangan pun dihadapi karena biaya produksi tinggi dan penjualan yang seret. Dua partner Yuri mengundurkan diri, produksi pun ditutup sementara. Saat ia sudah menyerah, seorang teman menginformasikan mengenai acara Wismilak Diplomat Success Challenge, sebuah kompetisi enterpreneurship yang ditayangkan di televisi. Berhasil mengatasi semua tantangan, ia menang dan mendapatkan modal untuk kembali menghidupkan Urchindonesia.

Memiliki visi mengembangkan generasi "Nelayanpreneur", Urchindonesia kini beroperasi di Kepulauan Seribu (Pulau Tidung, Pulau Panggang, dan Pulau Pari), serta memiliki mitra budidaya di Bali, Lombok, Karimun Jawa, dan sebagainya. Dari segi pemasaran, berbagai restoran Jepang dan supermarket mengambil suplai dari Urchindonesia. Sebuah perusahaan farmasi di Semarang juga membuat suplemen protein dari bulu babi. Ke depannya, Urchindonesia mengembangkan konsep integrated multi tropical aquaculture bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari lembaga internasional, universitas, LSM dan sebagainya.

Sumber: Buku 101 Young CEO

http://planetmodis.com/

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More