Di usia relatif muda, Ario Pratomo mendirikan perusahaan penjualan
ruang kargo sendiri. Modalnya, selain duit, adalah jaringan yang luas di
bidang kargo dan maskapai asing. Ia bisa membidik celah dalam bisnis
ini.
Dua dekade lalu kita sangat akrab dengan pengusaha konglomerat.
Lazimnya, para pengusaha ini sudah cukup umur alias setengah baya dan
banyak makan asam garam di dunia usaha. Belakangan, mereka menyerahkan
usahanya pada generasi kedua atau ketiga. Alhasil, ada sederet pengusaha
muda yang namanya tidak asing di telinga, lantaran ada embel-embel nama
keluarga mereka.
Namun begitu, banyak pula pengusaha muda yang merintis perusahaan
mereka sendiri. Salah satunya adalah Ario Pratomo. Penampilan lelaki
berusia 25 tahun ini mungkin seperti para eksekutif muda lain. Tapi,
Ario sudah mengendalikan perusahaan sendiri, bernama Unique Kargonize.
Ini adalah perusahaan general sales and service agent (GSSA) bagi Etihad
Airways. Selama ini memang ada beberapa cara perusahaan penerbangan
untuk menjual ruang kargo dalam penerbangan mereka. Mereka bisa menjual
lewat perwakilan langsung dalam perusahan penerbangan tersebut, atau
mereka bisa menggunakan jasa GSSA. Nah, GSSA ini nantinya yang menjual
ruang kargo penerbangan perusahan yang bersangkutan.
Sebenarnya, menurut Ario, ia tidak sendirian mendirikan Unique. “Saya
hanya menyetor modal minoritas,” ujarnya merendah. Ia bilang, ada dua
pihak lain yangmemiliki Unique. Sewaktu mendirikan Unique, dua tahun
lalu, umur Ario baru menginjak 23 tahun. “Saya jadi menonjol karena umur
saya belum 25 tahun waktu itu,” dalihnya.
Bukan berarti pria yang lahir pada 31 Juli 1985 ini tidak bermodal
apa-apa. Keberanian mendirikan perusahaan sendiri jadi modal yang sangat
besar. Kebetulan bidang kargo dan penerbangan bukan hal baru bagi Ario.
Setelah lulus dengan cepat — pada umur 20 tahun — dari Edith Cowan
University, Australia, Ario bergabung dalam Speedmark Indonesia.
Speedmark Indonesia didirikan pada tahun 2002 dan Ario bekerja di situ
sejak tahun 2003.
Di perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh keluarganya ini,
Ario mengembangkan sistem operasi baru yang bisa mempercepat booking dan
arus pengapalan. Dari perusahaan ini pula Ario membangun jaringan di
bidang kargo. Suatu saat, Ario mendengar bahwa Etihad Airways mencari
GSSA. Ia menyambar kesempatan itu dan menaruh proposal. Ario harus
bersaing dengan sembilan perusahaan lain dalam tender.
Ario tertarik terjun dalam bidang ini. Pasalnya, menurut dia, modal
untuk mendirikan usaha tersebut tidak terlalu besar. “Kecuali untuk bank
guarantee sekitar US$ 1 juta,” katanya. Selain itu, ia cukup
menyediakan ruang kantor untuk penjualan.
Ternyata, pilihan Etihad jatuh kepada perusahaan milik Ario yang
dinamai PT Unique Kargo-nize. Mereka memulai pengiriman barang pertama
pada 16 Maret 2006. Waktu itu, kapasitas angkut yang ditangani Unique
adalah sebesar 15 ton per penerbangan, dengan jadwal terbang empat kali
seminggu. “Waktu penerbangan pertama kita full,” kenang Ario. Ramainya
penerbangan pertama itu juga dibantu dengan musim pengiriman yang cukup
padat pada bulan Maret.
Hanya, keberuntungan pemula ini tidak bertahan lama. Total
pengangkutan cenderung turun, sampai bulan Mei. Di saat inilah, Ario
harus memutar otak agar perusahaannya bisa bertahan. Biasanya, tambah
Ario, peak time pengiriman barang itu pada bulan Maret dan akhir tahun
dari Oktober hingga Desember.
Mencari maskapai lain
Menurut Ario, perlu waktu sekitar lima bulan bagi Unique menjadi
sebuah usaha yang stabil. Sekarang ini, total karyawan di Unique
sebanyak 12 orang, jumlah yang cukup banyak buat perusahaan GSSA. Waktu
pertama berdiri dulu, total karyawannya ada delapan orang. Selain punya
kantor di Jakarta, Ario mendirikan sub GSSA di Bali dan Surabaya.
Tidak berhenti menjadi agen buat Etihad, Ario dan rekan-rekannya
terus berburu. Pencarian itu akhirnya mendarat pada Qantas Airways untuk
GSSA di Bali. Proses ini sudah dilakukan sejak September 2007, namun
penerbangan pertama dilakukan pada bulan Januari 2008.
Untuk GSSA buat Qantas ini, Ario mendirikan perusahaan bernama PT
Swift Kargonize, dengan komposisi kepemilikan saham yang hampir sama
dengan Unique Kargonize. “Saya selalu memilih tiga pihak yang menjadi
pemegang saham di perusahaan, tidak terlalu sedikit, tetapi tidak juga
banyak,” katanya. Swift Kargonize memiliki empat orang karyawan dan
sedang dalam proses penambahan.
Di perusahaan yang baru berdiri inilah sekarang waktu Ario banyak
tersita. Apalagi perubahan dari representasi langsung Qantas menjadi
GSSA lebih rumit daripada proses Etihad, yang sebelumnya tidak memiliki
representasi langsung di Indonesia. Ia jadi kerap bolak balik
Bali-Jakarta. “Tapi, targetnya dalam tiga bulan sudah bisa ditinggal,”
ujar Ario yang sedang sekolah S2 di IPMI. “Hidup saya adalah work hard, play hard, study hard,” ujar suami Edwina Zuldiany Gobel ini.
Hanya, Ario tetap optimistis dan ingin terus mengembangkan bisnisnya.
Maklum saja, menurut dia, sekarang ini sudah lebih banyak perusahaan
penerbangan yang menggunakan jasa GSSA. “Trennya nanti lebih banyak lagi
perusahaan penerbangan yang memakai jasa GSSA,” tutur Ario. Tentu,
peluang yang terbuka itu menjadi incaran Ario.
Balik ke Kargo Setelah Kenyang di EO
Buat Ario Pratomo, Direktur PT Unique Kargonize dan PT Swift
Kargonize, bisnis kargo bukan cita-cita. Ia lebih suka hal yang
berhubungan dengan banyak orang. Kesukaan Ario di bidang itu dituangkan
dengan menceburkan diri dalam pembuatan film Pelangi di Atas Prahara. Ia
menjadi asisten sutradara dan koordinator casting.
Selain itu, ia juga sempat mengecap pengalaman dalam event organizer
SUB Production, EO yang dimotori oleh para pelajar Indonesia di Perth.
“Saya dulu juga ingin menjadi penyiar dan sempat ikut seleksi di Radio
Prambors,” katanya. Tapi, karena harus berangkat ke Perth, maka ia
meninggalkan proses audisi.
Sekarang ini semua kegiatan musik dan film itu hanya menjadi hobi
setelah terjun ke bisnis kargo. “Hampir semua pengusaha muda yang ada di
bisnis kargo ini bukan merupakan generasi penerus. Saya juga begitu,”
kata dia.
Ario menggarap lahan yang agak beda dengan sang ibu, empunya
Speedmark Indonesia. Kalau ibunya menggarap pasar forwarder, ia
menggarap penjual ruang kargo buat perusahaan penerbangan. “Ibu saya
sekarang ini jadi klien saya,” tuturnya,
Keputusan Ario masuk ke bidang kargo juga terpengaruh ibunya yang
sudah sekitar 20 tahun bekerja di forwarder. “Jangka panjang, kalau
tidak meneruskan usaha ibu, saya bersama adik saya ingin membuat
perusahaan keluarga,” ujarnya.
Wahyu Tri Rahmawati
Sumber : http://goo.gl/McvJ9i
0 komentar:
Posting Komentar