Mengadopsi teknologi dari luar negeri untuk diterapkan dan dipasarkan di Indonesia sungguh tidak mudah. Roestiandi Tsamanov merasakan hal itu, ia harus berjuang sangat keras selama dua tahun untuk bertahan hidup karena percaya bahwa teknologi laser welding (pengelasan laser) sangat potensial di Indonesia.
Kisah bisnis pemuda kelahiran
Jakarta, 8 November 1982 ini baru dimulai saat ia kuliah di Jurusan
Mechatronics Swiss German University, Tangerang. Saat semester 6, Manov
mendapat kesempatan ke Jerman untuk magang. Ia berdoa sebelum lepas landas agar
di Jerman ia mendapatkan kontak atau net
work yang bermanfaat untukya yang ingin berbisnis sepulangnya ke Indonesia.
Manov magang di DSI Laser Service
GmbH, perusahaan bidang pengelasan laser. Pengelasan laser adalah teknologi
untuk menambal atau memperbaiki cacat yang terjadi pada cetakan di industri
otomotif atau elektronik. Hasil pengelasan laser jauh lebih bagus jika
dibandingkan dengan pengelasan biasa, sekaligus jauh lebih mahal.
Tidak hanya bekerja, Manov sering berbincang dengan pemilik perusahaannya, Christian Frank, untuk memahami industri pengelasan laser ini. Ternyata teknologi ini masi relatif baru di dunia, klien perusahaan magangnya pun perusahaan-perusahaan kelas dunia seperti Mercedes-Benz. Ia melakukan pencarian di internet dan tidak menemukan ada perusahaan seperti ini di Indonesia. Frank mendukung niatnya untuk membawa teknologi ini ke Indonesia. Doanya terkabul.
Tantangan demi tantangan
menghampiri Manov saat merealisasikan idenya tahun 2005. Tantangan pertama
datang dari segi modal finansial. Harga mesin las laser saja sangat mahal,
lebih dari Rp1 miliar, belum kebutuhan lainnya. Bank tidak memberikan modal
untuk UKM yang baru dimulai (harus lebih dari dua tahun dulu), venture capital juga demikian. Tantangan pertama
dilewati dengan menggunakan jaminan rumah ayahnya untuk meminjam dari bank.
Tantangan kedua datang dari
penerimaan pasar. Berbagai perusahaan otomotif dan elektronik besar yang
ditawari Manov masih ragu akan teknologi ini, apalagi harganya sangat mahal. Manov
pun memetakan ulang segmen pasarnya, hanya beberapa perusahaan spesifik yang
jadi target pasarnya.
Akhirnya ada juga perusahaan yang
mau mencoba, walaupun dengan harga yang lebih murah dan waktu pengerjaan yang lebih
cepat. Akan tetapi, order tersebut berbuah order-order selanjutnya, penjualan
di tahun berikutnya pun meningkat dua kali lipat. Manov pun dapat mengembangkan
bisnisnya dengan membeli bangunan di kawasan industri Jababeka serta menambah
mesin.
Dua tahun pertama berbisnis, 2005-2007, Manov tidak digaji, karena pendapatan perusahaannya hanya cukup untuk majan, operasionalm dan membayar cicilan utang. Tantangan terbesar yang ia rasakan sebagai pengusaha yang memulau dari minus (utang) adalah mengenai arus kas alias cashflow. Manov harus membayar cicilan utangnya tepat waktu walaupun pendapatannya masih sulit, sehingga ia benar-benar waspada atas uang kas yang masuk perusahaan dan pengeluaran yang harus dikeluarkan.
Tahun-tahun berikutnya, Manov tinggal memetik buah kerja kerasnya. Astra Hinda Motor, Daihatsu, Toyota, Hino, dan Epson dan lebih dari 150 perusahaan besar lainnya menjadi langganannya. Omset miliaran rupiah per tahun diraihnya. Manov pun diganjar berbagai penghargaan sebagai pengusaha muda yang inspiratif.
Quick Tips
Perhatikan cashflow! Manov bilang, sekarang ia banyak menemukan pengusaha baru yang hanya melihat prospek penjualan yang bagus namun lengah terhadap uang kas. Walaupun penjualan bagus, mereka tetap kesulitan dan terancam bangkrut. Sederhana, tapi penting.
Order pertama dapat menjadi portofolio kesuksesan bisnis. Walaupun sulit, dapatkan order pertama, order-order berikutnya akan lebih mudah didapat.
Sumber: Buku 101 Young CEO
Baca Juga Kisah Pengusaha Lainnya :
Baca Juga Kisah Pengusaha Lainnya :
0 komentar:
Posting Komentar