Rabu, 27 November 2013

ARIO PRATOMO - Berbisnis Kargo untuk Perusahaan Penerbangan

Di usia relatif muda, Ario Pratomo mendirikan perusahaan penjualan ruang kargo sendiri. Modalnya, selain duit, adalah jaringan yang luas di bidang kargo dan maskapai asing. Ia bisa membidik celah dalam bisnis ini.

Dua dekade lalu kita sangat akrab dengan pengusaha konglomerat. Lazimnya, para pengusaha ini sudah cukup umur alias setengah baya dan banyak makan asam garam di dunia usaha. Belakangan, mereka menyerahkan usahanya pada generasi kedua atau ketiga. Alhasil, ada sederet pengusaha muda yang namanya tidak asing di telinga, lantaran ada embel-embel nama keluarga mereka.

Namun begitu, banyak pula pengusaha muda yang merintis perusahaan mereka sendiri. Salah satunya adalah Ario Pratomo. Penampilan lelaki berusia 25 tahun ini mungkin seperti para eksekutif muda lain. Tapi, Ario sudah mengendalikan perusahaan sendiri, bernama Unique Kargonize. Ini adalah perusahaan general sales and service agent (GSSA) bagi Etihad Airways. Selama ini memang ada beberapa cara perusahaan penerbangan untuk menjual ruang kargo dalam penerbangan mereka. Mereka bisa menjual lewat perwakilan langsung dalam perusahan penerbangan tersebut, atau mereka bisa menggunakan jasa GSSA. Nah, GSSA ini nantinya yang menjual ruang kargo penerbangan perusahan yang bersangkutan.

Sebenarnya, menurut Ario, ia tidak sendirian mendirikan Unique. “Saya hanya menyetor modal minoritas,” ujarnya merendah. Ia bilang, ada dua pihak lain yangmemiliki Unique. Sewaktu mendirikan Unique, dua tahun lalu, umur Ario baru menginjak 23 tahun. “Saya jadi menonjol karena umur saya belum 25 tahun waktu itu,” dalihnya.

Bukan berarti pria yang lahir pada 31 Juli 1985 ini tidak bermodal apa-apa. Keberanian mendirikan perusahaan sendiri jadi modal yang sangat besar. Kebetulan bidang kargo dan penerbangan bukan hal baru bagi Ario. Setelah lulus dengan cepat — pada umur 20 tahun — dari Edith Cowan University, Australia, Ario bergabung dalam Speedmark Indonesia. Speedmark Indonesia didirikan pada tahun 2002 dan Ario bekerja di situ sejak tahun 2003.

Di perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh keluarganya ini, Ario mengembangkan sistem operasi baru yang bisa mempercepat booking dan arus pengapalan. Dari perusahaan ini pula Ario membangun jaringan di bidang kargo. Suatu saat, Ario mendengar bahwa Etihad Airways mencari GSSA. Ia menyambar kesempatan itu dan menaruh proposal. Ario harus bersaing dengan sembilan perusahaan lain dalam tender.

Ario tertarik terjun dalam bidang ini. Pasalnya, menurut dia, modal untuk mendirikan usaha tersebut tidak terlalu besar. “Kecuali untuk bank guarantee sekitar US$ 1 juta,” katanya. Selain itu, ia cukup menyediakan ruang kantor untuk penjualan.

Ternyata, pilihan Etihad jatuh kepada perusahaan milik Ario yang dinamai PT Unique Kargo-nize. Mereka memulai pengiriman barang pertama pada 16 Maret 2006. Waktu itu, kapasitas angkut yang ditangani Unique adalah sebesar 15 ton per penerbangan, dengan jadwal terbang empat kali seminggu. “Waktu penerbangan pertama kita full,” kenang Ario. Ramainya penerbangan pertama itu juga dibantu dengan musim pengiriman yang cukup padat pada bulan Maret.

Hanya, keberuntungan pemula ini tidak bertahan lama. Total pengangkutan cenderung turun, sampai bulan Mei. Di saat inilah, Ario harus memutar otak agar perusahaannya bisa bertahan. Biasanya, tambah Ario, peak time pengiriman barang itu pada bulan Maret dan akhir tahun dari Oktober hingga Desember.

Mencari maskapai lain
Menurut Ario, perlu waktu sekitar lima bulan bagi Unique menjadi sebuah usaha yang stabil. Sekarang ini, total karyawan di Unique sebanyak 12 orang, jumlah yang cukup banyak buat perusahaan GSSA. Waktu pertama berdiri dulu, total karyawannya ada delapan orang. Selain punya kantor di Jakarta, Ario mendirikan sub GSSA di Bali dan Surabaya.

Tidak berhenti menjadi agen buat Etihad, Ario dan rekan-rekannya terus berburu. Pencarian itu akhirnya mendarat pada Qantas Airways untuk GSSA di Bali. Proses ini sudah dilakukan sejak September 2007, namun penerbangan pertama dilakukan pada bulan Januari 2008.

Untuk GSSA buat Qantas ini, Ario mendirikan perusahaan bernama PT Swift Kargonize, dengan komposisi kepemilikan saham yang hampir sama dengan Unique Kargonize. “Saya selalu memilih tiga pihak yang menjadi pemegang saham di perusahaan, tidak terlalu sedikit, tetapi tidak juga banyak,” katanya. Swift Kargonize memiliki empat orang karyawan dan sedang dalam proses penambahan.

Di perusahaan yang baru berdiri inilah sekarang waktu Ario banyak tersita. Apalagi perubahan dari representasi langsung Qantas menjadi GSSA lebih rumit daripada proses Etihad, yang sebelumnya tidak memiliki representasi langsung di Indonesia. Ia jadi kerap bolak balik Bali-Jakarta. “Tapi, targetnya dalam tiga bulan sudah bisa ditinggal,” ujar Ario yang sedang sekolah S2 di IPMI. “Hidup saya adalah work hard, play hard, study hard,” ujar suami Edwina Zuldiany Gobel ini.

Hanya, Ario tetap optimistis dan ingin terus mengembangkan bisnisnya. Maklum saja, menurut dia, sekarang ini sudah lebih banyak perusahaan penerbangan yang menggunakan jasa GSSA. “Trennya nanti lebih banyak lagi perusahaan penerbangan yang memakai jasa GSSA,” tutur Ario. Tentu, peluang yang terbuka itu menjadi incaran Ario.

Balik ke Kargo Setelah Kenyang di EO
Buat Ario Pratomo, Direktur PT Unique Kargonize dan PT Swift Kargonize, bisnis kargo bukan cita-cita. Ia lebih suka hal yang berhubungan dengan banyak orang. Kesukaan Ario di bidang itu dituangkan dengan menceburkan diri dalam pembuatan film Pelangi di Atas Prahara. Ia menjadi asisten sutradara dan koordinator casting.

Selain itu, ia juga sempat mengecap pengalaman dalam event organizer SUB Production, EO yang dimotori oleh para pelajar Indonesia di Perth. “Saya dulu juga ingin menjadi penyiar dan sempat ikut seleksi di Radio Prambors,” katanya. Tapi, karena harus berangkat ke Perth, maka ia meninggalkan proses audisi.

Sekarang ini semua kegiatan musik dan film itu hanya menjadi hobi setelah terjun ke bisnis kargo. “Hampir semua pengusaha muda yang ada di bisnis kargo ini bukan merupakan generasi penerus. Saya juga begitu,” kata dia.

Ario menggarap lahan yang agak beda dengan sang ibu, empunya Speedmark Indonesia. Kalau ibunya menggarap pasar forwarder, ia menggarap penjual ruang kargo buat perusahaan penerbangan. “Ibu saya sekarang ini jadi klien saya,” tuturnya,

Keputusan Ario masuk ke bidang kargo juga terpengaruh ibunya yang sudah sekitar 20 tahun bekerja di forwarder. “Jangka panjang, kalau tidak meneruskan usaha ibu, saya bersama adik saya ingin membuat perusahaan keluarga,” ujarnya.

Wahyu Tri Rahmawati

Sumber : http://goo.gl/McvJ9i

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More